Perbatasan Kita di Fushimi Inari

Halo teman-teman semua👋 Aku mau pantun dulu yaa!

Makan buah sama si Ajung
Mobil baru punya si Rani
Sudah lama nggak berkunjung
Kangen aku nggak ni?

Sudah lama yaa aku tidak menulis kembali di blog ini. Maaf ya, lala hanya ingin hibernasi saja. Hibernasi dari semua hal yang melelahkan. Sering sekali satu lain hal membuatku nggak konsisten menulis di blog. Aku ingin sekali berbagi dengan kalian lewat blog ini. Bukan berarti aku malas menulis di blog, tapi memang hal-hal itu nggak bisa aku kendalikan. Seperti feeling down atau badmood yang nggak stabil. Sekarang aku trying untuk mengendalikan itu semua. Bismillah, InsyaAllah aku konsisten disini. T-tapi nggak janji ya.. Gapapa kan? hehe

Oh ya, gimana dengan hari ini? Aku harap kamu selalu sehat dan dalam keadaan yang benar-benar baik sekali. Pokoknya yang sudah kamu lakukan hari ini sudah sangat baik dan lebih baik dari hari kemarin. Aku yakin banget dengan hal itu.

Setelah aku hibernasi yang cukup lama itu, akhirnya aku memutuskan untuk setiap postingan blog akan ada sharing dan kisah  dariku. Bagaimana kalian setuju kah? Kalau setuju angkat kaki yaa. Ehh... Maksudnya angkat tangan hehe. Jadi, di postingan kali ini, aku ingin menuliskan sebuah kisah. Mungkin lebih tepatnya cerita pendek kali ya? karena konfliknya pun tidak begitu rumit. Okei, tanpa berbasa-basi lagi. Kita mulai ceritanya yaa

Perbatasan Kita di Fushimi Inari

Namaku, Kazuro Harumi. Sering sekali aku dipanggil Haru. Aku tinggal di Jepang bersama kedua orangtuaku. Sebenarnya aku tidak asli keturunan Jepang, melainkan ada darah Indonesia dari Ibuku yang mengalir dalam diriku. Ayahku bernama Takeshi Kazuro dan Ibuku bernama Yulianti Arafah. Kedua orangtuaku tidak sengaja bertemu di pulau Pahawang yang terletak di Bandar Lampung, Indonesia. Kini pulau itu ialah saksi bisu pertemuan tidak sengaja diantara mereka yang berakhir ikatan janji suci. 

Kala itu, mereka berdua sedang berlibur di pulau Pahawang. Kalau dipikir-pikir kisah pertemuan kedua orangtuaku sedikit aneh. Ya, karena pertemuan mereka bukan ketika berkenalan saat munculnya mentari kemerahan yang ingin tenggelam. Pasalnya mereka bertemu karena kesalahpahaman. Kesalahpahaman yang membuat Ibu agak ilfeel dengan Ayah yang salah masuk toilet. Ayah masuk ke toilet wanita! Tentu saja Ibu langsung berteriak dan memanggil petugas keamanan yang ada disana. Ayah pun hanya kaget saja dan speechles. Ketika semua orang yang mendengar teriakan Ibu termasuk petugas keamanan. Muka Ayah berubah menjadi kebingungan.

"Laki-laki ini tiba-tiba masuk ke dalam toilet wanita Pak!" ucap Ibuku yang sedikit emosi. Petugas langsung mengintogerasi Ayah.

"Why you did enter the women's restroom, Sir?" tanya petugas kepada Ayah. Seketika Ayah kaget dan merasa bersalah atas apa yang ia lakukan itu. (Mengapa anda masuk ke toilet wanita, Pak?")

"Sorry, i don't know the meaning of this writing is a women's restroom. I'm so sorry." jawab Ayah yang sangat menyesal atas kesalahannya itu. ("Maaf, saya tidak tau maksud tulisan ini adalah toilet wanita. Saya sangat minta maaf."). Mulut Ibu berubah menjadi bentuk o. 

Kesalahpahaman apa ini? Jujur, aku tak bisa menahan tawaku ketika Ibu bercerita tentang kisah pertemuannya dengan Ayah. Setelah kejadian itu, mereka bertemu kembali dan Ibu meminta maaf atas kesalahpahamannya. Pertemuan kedua itulah yang menakdirkan mereka sampai ke janji suci pernikahan. Memang jodoh tidak ada yang tau, hanya Tuhan yang mengetahui dan mengkehendaki. Itulah sedikit percikan dari kisah pertemuan kedua orangtuaku.

Baik, kini kisah dimulai. Kisahku, Kazuro Harumi.

Dimulai mentari datang di negeri matahari terbit ini. Aku memulai pagi ini dengan berkuliah seperti biasanya. Beberapa bulan lagi aku menuju wisudaku di Universitas Tokyo ini. Cerita suka dan duka yang selalu melekat dalam pikiran tak terlupakan. Sampai di saat aku bertemu dengan seorang lelaki yang memiliki darah percampuran Jepang dan Indonesia. Dia bernama Nashimura Akio. Dia satu jurusan denganku. Sebenarnya aku dekat dengannya hanya karena ada proyek. Namun, lama kelamaan kita berdua saling nyaman bercerita satu sama lain. Apapun yang terjadi pasti diantara kita selalu cerita. Sampai-sampai cerita masa lalu kami masing-masing pun kini sudah bukan menjadi rahasia lagi.

Hingga suatu saat, Akio mengajakku berjalan santai di taman Maruyama. Taman yang dihiasi dengan bunga Sakura merah muda. Pemandangan yang sangat indah. Bukan hanya karena pemandangannya yang membuat ini menjadi indah, tapi karenanya juga, Akio.

"Kamu suka dengan tempat ini, Haru?" Akio memulai pembicaraan di tengah aku menikmati perjalanan ini.

"Aku sangat suka. Terimakasih telah mengajakku, Akio." jawabku memandanginya, begitupun dengannya.

"Kembali kasih. Syukurlah kamu menyukai tempat ini." 

Kemudian kami melanjutkan perjalanan kecil ini. Menikmati setiap detik dan menit bersama Akio. Seseorang yang aku tak sangka bisa kenal dekat dengannya. Padahal aku pun juga tak mengira ini. Semua temanku dan teman Akio selalu mengira hubungan kami lebih dari sebatas teman. Tapi, kenyataannya hubungan teman lah yang saat ini paling baik diantara kami.

"Haru, kita duduk disini dulu ya. Aku ingin memesan makanan terlebih dahulu."

"Iya, tapi jangan terlalu lama. Aku takut kalau sendiri disini, Akio." ujarku dengan nada manja seperti biasa. 

Akio tersenyum, lalu mengacak-acak kecil rambutku. "Aku tidak akan pernah meninggalkanmu, Haru. Sebentar ya,"

Akio pun langsung pergi memesan makanan untuk kami berdua. Aku duduk sambil menunggu dirinya. Benar, dia tidak pergi terlalu lama. Akio langsung menghampiriku yang tengah menunggu dirinya.

"Aku tidak lama bukan?" tanya dirinya.

Aku tertawa kecil. "Tidak, tapi kamu memesan apa?"

"Yang pasti makanan kesukaanmu." jawabnya yang kini sudah duduk sebelahan denganku.

"Makanan kesukaanku? Hmm, shabu-shabu? Tapi porsinya banyak sekali, Akio."

"Bukan, aku tidak memesan itu." jawabnya dengan suara khas nya kepadaku. Aku berpikir apa yang dipesan Akio dan itu adalah makanan kesukaanku. Makanan kesukaanku hanya ada dua, kalau bukan shabu-shabu pasti itu daifuku mochi.

"Daifuku mochi ya?!" suaraku yang sangat bersemangat.

"Ya, benar sekali. Aku memesan itu untukmu,"

"Aaa, arigato gozaimasu." ("Terimakasih.")

"Douita shimashite." ("Sama-sama.")

Entah kenapa Akio sangat baik kepadaku. Sikapnya, tuturnya tak pernah sekalipun menyakitiku. Justru Akio adalah orang kedua setelah Ayah dan Ibu ketika aku bercerita keluh kesahku.

"Akio, aku ingin bertanya sesuatu kepadamu. Boleh tidak?"

"Boleh, tapi jangan bertanya kepadaku bahwa bumi bulat atau datar." jawabannya itu berhasil membuatku sedikit ngakak. Terkadang selera humornya bisa rendah atau tinggi. Jokesnya juga kadang lucu, kadang tidak.

"Akio, kenapa kamu sangat baik kepada Haru?"

Sebelum menjawab Akio tersenyum lalu meraih tanganku dan menggenggam erat.

"Pohon sakura akan menghasilkan bunga sakura yang sangat indah. Maka, semua orang pun menjaganya dengan baik." Akio menjawab sambil memandang pohon bunga sakura di sebelah kami.

"Mengapa tiba-tiba membahas bunga sakura? Pertanyaanku belum kamu jawab, Akio."

"Dari dulu sampai sekarang kamu tidak mengerti maksud kata kiasan, Harumi."

"Itu kamu tahu. Kalau aku tidak mengerti kiasan, jangan jawab dengan kata kiasan, Akio. Aku sulit mencernanya." Jujur aku langsung cemberut saat itu juga.

"Kamu orang baik dan orang baik sepertimu harus diperlakukan baik juga. Aku tidak ingin mengecewakanmu apalagi menyakitimu sedikit pun, Harumi."

"Jika itu terjadi?"

"Aku akan menjauh bahkan menghilang dari pandanganmu." 

"Tapi, kalau aku tidak mau kamu menghilang dariku. Bagaimana?"

"Maka, aku akan memperbaiki kekecewaan itu. Namun, aku sudah berjanji pada diriku, Haru. Kalau aku sampai menyakiti seseorang, aku akan menghilang dari kehidupannya." Pandangan Akio sangat tulus kepadaku. Sampai-sampai aku tidak bisa beralih dari pandangannya itu.

Tidak. Apa-apaan ini? Jantungku berdegup sangat cepat. Sudah. Jangan! Jangan menaruh perasaan lebih dari sekedar teman, Haru. Kamu harus sadar itu. Pertemanan ini akan hancur kalau kamu menaruh perasaan lebih kepada Akio.

Napasku tak bisa dikendalikan. Aku melepaskan genggaman erat Akio tadi. Aku berusaha menutupi kegugupanku. Untung saja pesanan makanan tadi sudah datang seakan melindungiku dari kegugupan.

"Mochinya sudah datang. Kita makan dulu ya." Akio mengangguk.

***

Setelah sepuluh menit berjalan kami habiskan untuk makan mochi bersama. Kami tidak langsung pulang ke rumah. Akio masih ingin bersama denganku dan mengajakku ke sebuah tempat istimewanya. Aku juga tidak tahu dimana tempatnya. Sepertinya ini baru pertama kali ia mengajakku ke tempat istimewa baginya.

"Berapa lama kita sampai ke tempat itu Akio?" tanyaku sambil melihat Akio yang tengah menyetir mobil.

"Tidak lama. Sekitar tiga puluh menit sampai."

"Baiklah. kamu juga baru pertama kali mengajakku ke tempat istimewamu."

"Ini pertama kalinya ya."

"Iya."

Selama di perjalanan Akio menceritakan spoiler tempat istimewanya. Aku sangat senang mendengarnya. Terlihat dari sorot matanya yang sangat antusias sekali. Tak terasa tiga puluh menit telah berlalu, dan kami telah sampai. Aku keluar dari mobil. Aku melihat setiap area tempat ini.

"Bukankah ini kuil?" tanyaku dalam hati.

"Kita sudah sampai." katanya sambil melihat bangunan itu yang berbentuk kuil.

"Akio, ini kuil kan?" tanyaku spontan keluar dari lisan.

"Iya, ini kuil bersejarah di jepang. Namanya kuil fushimi inari."

"Apa jangan-jangan aku dan Akio berbeda?" Hatiku bersorak ramai bertanya seperti itu. 

Keraguan penuh dalam batinku. Aku menatap Akio. Benarkah ini? Tidak, mungkin ia hanya ingin mengenalkan sejarah tempat ini kepadaku.

"Ayok, kita masuk Harumi. Disini sedikit ramai, aku akan mengenggam tanganmu dengan erat ya." Akio mengengam tanganku dengan erat lagi. Genggamannya lebih erat daripada genggamannya tadi. Aku masih ragu. Perasaanku tidak enak. Aku bingung bagaimana cara mengontrol ini semua.

Langkahku dan Akio seragam menyusuri kuil ini. Ia terus berbicara mengenai kuil ini. Sejarahnya, tahun berdirinya, bahkan tentang asal pendiriannya. Akio sangat tahu tentang kuil fushimi inari. Semua yang dikatakan Akio sekarang sama sekali tidak ada yang masuk dalam pikiranku. Pikiran dan hatiku masih tentang pertanyaan tadi.

Sudah lama kami menghabiskan waktu disini. Hingga Akio memintaku untuk menunggu dirinya duduk di sebuah bangku. "Kenapa aku harus disini sendirian? Aku tidak mau, Akio."

"Aku ingin beribadah, Harumi. Tenang, tidak lama kok."

Jleb. Hatiku benar-benar hancur. Ini bukan mimpi kan. Kalau mimpi tolong siapapun bangunkan aku dari mimpi buruk ini. Aku tidak ingin berada disini. Tolong tarik aku.

Kini aku mematung, melihat Akio yang segera beribadah di kuil ini. Aku benar-benar berbeda dengan Akio. Kita beda, Akio. Mengapa kamu selama ini tidak pernah bilang kepadaku kalau agamamu shinto? Kenapa Akio?

Aku selalu berharap lebih denganmu. Sekarang aku merasakan kekecewaan yang sebenarnya bukan salahmu. Kita tidak bisa bersama lagi, Akio. Aku tidak ingin berharap lebih kepadamu. Aku melihat Akio dari belakang. Keseriusannya dalam beribadah membuat rasa yang berbeda dalam diriku. Aku berusaha mengontrol diriku. Aku sangat ingin berteriak sekarang juga. Namun, apa lah dayaku sekarang?

Akio telah selesai beribadah dan kini kami sudah berada dalam perjalanan pulang. Senja kini menyapa kami. Tapi, maaf senja perasaan hatiku kini hancur. Sehingga aku tidak bisa memaknaimu.

"Sudah sampai. Terimakasih sudah menemaniku, Harumi." ujar Akio yang segera membukakan seatbealt yang melekat di tubuhku. Aku melarangnya membukakan seatbealt itu. Lalu, aku menatap Akio dengan serius.

"Kita sudah saling mengenal selama tiga tahun, Akio. Mengapa kamu tidak pernah bicara kepadaku kalau kamu beragama shinto?" tanyaku to the point.

"Aku kira kamu tahu itu semua, Harumi."

"Aku tidak tahu, Akio. Kamu juga tidak beri tahu aku!" emosiku mulai tidak stabil. Aku keluar dari mobil. Sungguh mood ku benar-benar berubah. Akio juga ikut keluar dari mobil. Akio mengeluarkan sesuatu dibalik jaketnya. Ia menunjukkanku sebuah kalung. Kalung yang sesekali pernah aku lihat di lehernya.

"Kalung ini pertanda aku pemeluk shinto. Aku tidak pernah melepaskan ini. Kamu tidak pernah melihat ini?"

Bodoh! Kalung itu memang kalung pemeluk shinto. Tapi, mengapa aku tidak memperhatikan itu? Hanya karena aku terlarut dalam kehangatan Akio, aku tak menghiraukan itu.

"Maaf, aku tidak cerita denganmu."

"Aku kecewa denganmu Akio. Sangat kecewa."

"Silahkan."

"Kamu bilang silahkan???" Nada bicaraku tidak terima ia mengatakan itu.

"Kalau kamu kecewa denganku, silahkan, Harumi. Aku akan menghilang darimu."

"Fine. Get out of my life. Never see me again Akio!" aku langsung masuk ke dalam rumah dan membiarkan Akio. ("Bagus. Pergi dari hidupku. Jangan pernah melihatku lagi Akio!")

Aku membuka pintu rumah. Ayah dan Ibu langsung kaget. Maaf, Ayah, Ibu aku ingin sendiri dulu. Aku berlari ke kamar dan menangis sejadi-jadinya. Ayah dan Ibu menghampiri Akio.

"Do shita no, Akio?" tanya Ayah kepada Akio. ("Apa yang terjadi, Akio?")

"Gomen'nasai, ojisan. Watashi wa Harumi o shitsubo sa seta," jawab Akio. ("Maafkan aku paman. Aku mengecewakan Harumi.")

"Bibi sangat yakin Harumi sangat menyayangimu, Akio. Perbaiki hubungan kalian ya. Nanti kalau Harumi sudah mulai membaik, Bibi akan menghubungi kamu. Bagaimana?" tutur Ibu.

"Baiklah. Terimakasih. Akio akan memperbaiki ini semua. Akio janji."

Kemudian Akio pulang ke rumahnya. Ayah dan Ibu mencoba membujukku untuk berbicara dengan Akio. Aku menjelaskan alasanku seperti ini kepada Akio. Bahwa aku dan Akio berbeda. Ayah dan Ibu mengerti maksudku. Mereka berusaha menenangkanku atas kekecewaanku itu. 

"Haru tidak ingin berharap lagi dengan Akio, Ibu, Ayah."

"Kamu mencintai Akio?" tanya Ayah.

"Benar, Ayah." Ayah langsung memelukku. Begitupun dengan Ibu. Mereka selalu bersamaku dan menamani diriku.

"Aku tidak ingin bertemu dengannya lagi, Ayah, Ibu. Tolong katakan itu pada Akio."

"Nanti Ibu sama Ayah bicara dengan Akio ya. Sekarang kamu jangan down, Haruminya Ibu dan Ayah pasti kuat." kata Ibu.

"Terimakasih Ibu. Terimakasih Ayah."

***

Aku terbangun sebab cahaya indah itu menyapaku. Kini, aku bangun tanpa ada dering pesan masuk seseorang yang membangunkanku. Sekarang tidak ada yang memberikanku daifuku mochi. Padahal kami satu jurusan. Ternyata benar janjinya, ia tidak akan pernah hadir dalam hidup seseorang yang telah dikecewakan karenanya. Akio, orangnya. Kalau ia berkata A, sikapnya A. Dan kalau ia berkata B, sikapnya B.

Orang-orang itu selalu bertanya dimana Akio, bagaimana Akio kepadaku. Padahal jelas sekali kami sudah tidak berhubungan lagi. Tapi, mereka seakan tidak mempedulikan semua itu. Mungkin terasa imajinasi jika aku dan Akio menjadi asing bagi mereka. Begitupun aku merasakan itu juga.

Kini aku mengurus segala hal keperluan untuk wisudaku. Berkas dan hal lainnnya yang harus diselesaikan. Namun, sampai saat ini pun Akio benar-benar tidak menampakkan dirinya kepadaku. Bahkan kontaknya hilang dari ponselku. Apa Akio sungguh ingin meninggalkanku?

Hari demi hari aku jalani tanpa Akio. Sampai saatnya satu hari sebelum wisudaku aku diberikan sebuah surat dari Ayah dan Ibu.

"Surat dari siapa ini?"

"Pengirimnya menuliskan surat itu untukmu, Haru. Coba dilihat dulu." ucap Ayah.

"Baiklah, Ayah." 

Aku duduk di sofa antara Ayah dan Ibu. Aku buka surat itu. Rupanya surat tulisan tangan.

Jakarta, 12 Mei 2023

Untuk : Kazuro Harumi

Bagaimana kabarmu? Aku selalu berdo'a kamu selalu baik-baik saja. Maaf, aku membuatmu kecewa, Haru. Maaf, aku meninggalkanmu. Maaf, aku tidak peka terhadap perasaanmu. Aku tidak ingin menyakitimu. Tapi takdir yang membuat kita seperti ini.

Aku sangat ingin bertemu denganmu. Namun, aku sadar. Kini seseorang yang bernama Nashimura Akio sedang dibenci oleh seorang perempuan cantik bernama Kazuro Harumi. Jujur, aku kangen dengan tingkah lucumu itu. Tingkahmu yang selalu memohon kepadaku mencari penjual daifuku mochi atau shabu-shabu. Kamu yang selalu cemberut kalau aku bicara kata kiasan.

Tak terasa ya? Besok kamu akan wisuda. Begitupun denganku. Aku tidak bisa mengucapkan selamat kepadamu secara langsung. Maaf, aku sedang berada di Indonesia. Karena semenjak kejadian tempo hari, Ayah menghubungiku bahwa Ibuku sakit. Aku langsung mengambil penerbangan cepat ke Indonesia. Jangan cemberut bacanya, Haru.

Satu hal lagi ada yang aku ingin sampaikan lewat surat ini. 

Aku sangat menyayangimu, Haru. Aku sangat mencintaimu. Namun, aku selalu menutupi itu. Karena aku sadar kita berbeda. Aku juga tidak ingin memaksakanmu hanya karena diriku. Maaf, aku pengecut. Aku hanya berani mengatakan ini lewat surat bukan secara langsung.

Sesuai dengan janjiku. Aku tidak akan pernah ada di hidupmu lagi. Sesuai juga degan perkataanmu. Aku tidak akan pernah menemui dirimu lagi. Semoga kamu bertemu dengan orang yang baik dan tidak pernah mengecewakanmu. 

Ashiteru, Kazuro Harumi. I love you.
Nashimura Akio

Air mata tak bisa aku bendungi. Mereka keluar dari mataku. Aku tidak ingin ini terjadi antara aku dan Akio. Tapi, kenapa ini akhirnya? Kuil Fushimi Inari adalah tempat terakhir aku dan Akio bersama. Setiap pertemuan ada perpisahan. Tapi kenapa perpisahan itu berlaku antara aku dan Akio?

Ayah dan Ibu langsung memelukku. Berusaha menguatkanku. Sekarang aku sadar bahwa harapan lebih kepada seseorang akan berakhir kekecewaan.

"Terimakasih Akio, kamu sudah menemani perjalananku. Kita tetap dalam satu buku, Akio. Hanya saja halamannya yang berbeda. Setiap halaman itu akan selalu aku ingat. Walaupun terkikis waktu, kenangan di Fushimi Inari tidak akan pernah aku lupakan. I'm really love and miss you, Akio." ucapku dalam hati.


pict : by pinterest

TAMAT

Cerpen pertama di blog perdana nih wkwk. Semoga suka yaa. Semua cerita yang ku tulis itu fiksi ya. Jika ada nama tokoh yang sama mungkin itu adalah hal yang tak sengaja. Kalau relate sama kalian.. Ya gimana ya.. Gapapa kan?

Pokoknya selamat menjomblo. Eh.. maksudnya selamat membaca. Aduh ini keyboard salah ngetik mulu. Jangan lupa selalu bersyukur atas hari ini ya.

By the way, kalau kalian mau sharing cerita kalian menjadi cerpen di blog aku boleh banget kok. DM aku lewat instagram yaa. Aku pasti menjadi pendengar terbaik untukmu.

Dadaaahh, see you di postingan selanjutnya yaa. Muachh😘❤🌹







Komentar

Postingan populer dari blog ini

HAI, SALAM KENAL AKU LALA

MERELAKANNYA? KAMU PASTI BISA